Social Icons

twitterfacebook

Minggu, 01 September 2013

Gunung Sumbing

Gunung Sumbing, 3371 mdpl (1)

Tanggal 22 Juni 2013, pukul 3 sore. Anggota rombongan kami – yang berjumlah 7 orang – siap berangkat. Kami para pendaki pemula yang akan segera mendaki Gunung Sumbing dengan ketinggian 3371 mdpl. Gunung Sumbing adalah gunung kedua tertinggi di Jawa Tengah, di mana gunung pertamanya adalah Gunung Slamet dengan ketinggian 3428 mdpl. Kami akan mendaki Gunung Sumbing melalui jalur baru di Garung, Wonosobo. Untuk itu, rombongan kami yang berasal dari Depok akan naik bus menuju terminal Wonosobo terlebih dahulu.

Pukul 15.30, rombongan kami sudah berada di jalan Margonda Raya dan naik angkot nomor 04 berwarna cokelat ke arah Pasar Minggu. Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai di tempat pemberhentian bus PO Sinar Jaya, dekat gereja Pasar Minggu. Bagian transportasi segera mengurus tiket bus yang sebelumnya sudah kami pesan. Harga tiket bus AC Pasar Minggu-Wonosobo Rp 75.000,00. Bus berangkat pukul setengah lima sore lebih sedikit. Bus Sinar Jaya yang kami tumpangi berjalan lancar dan menurunkan kami di terminal Wonosobo pukul setengah enam pagi. Dari terminal Wonosobo, Gunung Sumbing dan kembarannya, Sindoro, telah terlihat memanggil-manggil. Puncak Sumbing tidak rata, berbeda dengan puncak Sindoro yang terlihat sempurna. Puncak Sumbing sendiri memang memiliki tiga puncak, yaitu Puncak Buntu, Puncak Kawah, dan Puncak Sejati.



Terminal Wonosobo



Sindoro-Sumbing dari Terminal Wonosobo

Setelah sholat dan membeli sarapan serta makan siang, kami segera naik bus ¾ menuju basecamp Sumbing yang ada di Garung. Ongkos yang kami keluarkan untuk sampai ke basecamp Sumbing adalah Rp 8.000,00/orang. Perjalanan di dalam bus ini membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Saat turun dari bus ¾, kita hanya perlu berjalan sekitar 10 menit untuk sampai ke basecamp Sumbing yang berada di kiri jalan.




Gunung Sindoro dilihat dari jalan menuju basecamp Gunung Sumbing


7 orang Dakican yang akan mendaki Gunung Sumbing

Basecamp Sumbing adalah basecamp yang cukup nyaman, menurutku. Di dalam bangunannya, ada lantai kosong yang cukup luas dan nyaman untuk dijadikan tempat tidur dan bermalam. Terdapat kamar ganti, grafik jumlah pendaki Gunung Sumbing, foto-foto jalur pendakian Gunung Sumbing (baik jalur lama maupun jalur baru) via Garung, aturan-aturan di Gunung Sumbing, dan papan kesan pesan dari para pendaki Sumbing. Terdapat juga tempat nge-charge yang dikenakan biaya Rp 1000,00/gadget. Di luar, berjejer 6 kamar mandi dengan air yang bersih. Yang menjaga perizinan di basecamp tersebut adalah seorang ibu yang sudah lanjut usia. Kami diminta menulis nama setiap anggota rombongan dan asal kami, serta membayar Rp 4.000,00/orang untuk biaya retribusi pendakian dan air bersih. Ibu penjaga basecamp itu juga memberi kami peta jalur pendakian Gunung Sumbing via Garung. Sekarang tanggal 23 Juni 2013. Setelah mengurus perizinan dan bertanya-tanya tentang cuaca kepada pendaki yang baru turun, kami segera melakukan pemanasan dan memulai perjalanan pukul 8 pagi.
Track menuju pos 1 tidak terlalu curam. Kami melewati perumahan dan perkebunan penduduk dengan jalan yang berbatu-batu. Jalur ke pos 1 cukup jelas, kita tinggal mengikuti jalan berbatu yang terus menanjak. Angin berhembus cukup kencang. Suara desau angin yang keras menemani perjalanan kami. Kami berusaha konsisten dengan waktu istirahat minum kami setiap jam sekali, karena Gunung Sumbing adalah gunung yang kering. Kami harus mengelola air yang kami bawa dengan baik. Kami sampai di pos 1 sekitar 2,5 jam kemudian. Pos 1 berupa sepetak tanah yang bermuatan sekitar 2 tenda.


Pos 1

Kami terus melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya karena niat kami adalah bermalam di Pasar Setan. Kami harus melewati pos 2 terlebih dahulu sebelum sampai ke calon tempat nge-camp tersebut. Perjalanan menuju pos 2 mulai melalui jalan tanah, dengan pijakan-pijakan yang jelas menuntun kaki untuk tepat melangkah. Matahari yang bersinar cukup terik mulai terasa karena kami melewati hutan dengan pepohonan yang kurang rapat. Kami terus berjalan dan memutuskan untuk istirahat pukul 12.30. Kami berhenti di sepetak tanah yang cukup lapang untuk menggelar matras dan sholat, serta makan siang.


Track dari Pos 1 ke Pos 2


Sedang berhenti untuk ishoma

Kami berhenti cukup lama, sekitar sejam, sebelum akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Pos 2 Gatakan tidak jauh dari tempat beristirahat kami, hanya berjarak 10 menit. Pos 2 cukup luas dengan pondok-pondokan yang dibangun dari kayu dan seng. Karena kami baru 10 menit berjalan, kami memutuskan untuk lanjut tanpa singgah sejenak di pos tersebut.
Perjalanan dari pos 2 menuju Pasar Setan adalah track yang paling menantang bagi kami. Sejak dari basecamp, kita tidak akan menemukan bonus sama sekali, dan puncak dari segala kesulitan track di Gunung Sumbing, bagi kami, adalah trackmenuju Pasar Setan ini. Pepohonan mulai jarang dan kita akan dihadapkan dengan tempat terbuka. Track menuju Pasar Setan berupa tanah merah yang licin, yang terus menanjak tidak ada bonus. Jalannya bercabang-cabang, tapi pada akhirnya akan bertemu di satu titik jua. Yang perlu dilakukan adalah pintar-pintar mencari cabang yang tidak terlalu sulit untuk dilalui, yaitu yang tanahnya tidak terlalu licin atau ke cabang dimana kita masih bisa berpegangan terhadap satu-dua akar pohon atau pinggiran jalan. Karena terbukanya Gunung Sumbing, tempat luas yang kami prediksikan sebagai Pasar Setan dapat terlihat dari kejauhan. Puncak kesulitan mendaki track ke Pasar Setan ini adalah ketika jalur yang kami lalui benar-benar hanya tanah merah yang licin, tanpa sesuatu yang bisa dijadikan pegangan. Riskan terpeleset dan menggelinding jatuh. Tracking pole cukup membantu di track yang seperti ini.
Empat di antara kami sampai di pos Pasar Setan dengan selamat pukul 16.30. Dua lainnya membimbing salah satu teman kami yang staminanya drop sehingga baru sampai satu setengah jam kemudian, yang disambut dengan tenda yang telah berdiri serta minuman hangat dari kami yang telah sampai duluan. Pos Pasar Setan adalah tempat yang terbuka tanpa perlindungan dari pohon, sangat riskan terhadap hembusan angin kencang dan akan sangat berbahaya ketika ada badai. Namun, karena kondisi fisik dan waktu yang memang sudah tidak memungkinkan,plan A kami untuk ngecamp di Pasar Setan pun kami jalankan.


Pos Pasar Setan (Pestan)


Di Pestan, berlatarkan Gunung Sindoro

Karena Gunung Sumbing adalah gunung yang terbuka, ada beberapa keunikan tersendiri yang aku tangkap. Sinyal masih cukup kencang di tempat kami nge-camp, Pasar Setan. Suara adzan dari kejauhan juga masih terdengar. Kelap-kelip lampu kota terlihat cantik dan jelas, dengan pemandangan Sindoro di depan kami serta bulan purnama yang indah lengkap dengan bintang-bintangnya. Hanya angin yang terus berhembus yang membuatku tidak tahan untuk berlama-lama di luar tenda. Kami menyiapkan segala keperluan konsumsi dan tidur kami. Setelah memenuhi kewajiban untuk menuntaskan lapar dan haus, kami segera beranjak tidur pukul 22.00, dan berjanji bangun jam 02.00 dini hari keesokan harinya untuk bersiap-siap summit.


Bulan purnama bulat sempurna yang terilhat sangat dekat dari tenda kami

24 Juni 2013. Raya, ketua perjalanan kami, dengan tepat waktu membangunkan kami. Masih dengan mata yang mengantuk, mulut yang menguap, dan tidur dalam duduk, sedikit demi sedikit kami mulai beraktivitas. Mengeluarkan konsumsi yang sudah disiapkan sejak semalam dan menghangatkan serta memasak semua keperluan. Mengisi energi untuk melewati track yang kami tidak tahu akan sesulit apa. Perlu waktu sekitar dua jam untuk menuntaskan segala aktivitas ngecamp kami sebelum kami ‘pemanasan’ di waktu yang dingin ini untuk bersegera summit. Sekitar pukul 4 pagi. Kami summit dengan meninggalkan tenda, tanpa carrier, berangkat menuju 3371 mdpl.
Dari Pasar Setan menuju puncak, kita akan melewati Pasar Watu. Nama ini dikarenakan kita akan melewati track yang penuh dengan batu-batu besar. Kami terus menanjak dalam diam, mencoba melawan hawa dingin yang disebabkan angin kencang, dan berkonsentrasi menjejakkan langkah. Ketika sampai di ujung Pasar Watu, kita harus melipir turun ke kiri (yang akan segera menanjak lagi) untuk mencapai puncak. Jangan terus menanjak ke bukit di depan kita, karena itu adalah tipuan.
Setelah melipir turun dan kembali menanjak, kita akan kembali menemukan bebatuan dan terdapat ‘tanjakan’ 180 derajat yang terdiri dari batu-batu yang bertumpuk-tumpuk. ‘Tanjakan’ ini menuntut kami untuk berkonsentrasi mencari pijakan yang tepat dan meminta tangan kami untuk ikut bekerja dengan mencari pegangan dan menarik tubuh ke atas. Seketika kami merasa bersyukur meninggalkan tenda dan carrier-carrier kami di Pasar Setan, karena beban itu dapat cukup banyak menambah waktu perjalanan kami. Sekitar 1,5 jam kemudian, kami sampai di Watu Kotak. Watu Kotak adalah lahan sepetak yang dikelilingi oleh semak-semak, cukup menampung 1-2 tenda.


Watu Kotak

Daripada Pasar Setan, Watu Kotak memang memiliki tempat yang lebih terlindung. Namun, bagi kami, membawa carrier sampai di Watu Kotak tentu akan sulit. Plan B tempat kami ngecamp itu pun kami lewati dan kami terus menanjak menuju puncak. Matahari sudah memancarkan sinarnya. Kami terus berjalan melewati bebatuan ke arah puncak dan sesekali berhenti menunggu salah satu teman kami yang jauh tertinggal di belakang. Perjalanan ke puncak terasa lama, sehingga tanpa sadar masing-masing dari kami mengurangi speed jalan kami karena letih secara psikologis. Sekitar 1,5 jam kemudian, kami menemukan plang bertuliskan Tanah Putih, pos terakhir sebelum menuju puncak. Aku terus berjalan paling depan dengan gaya jalan yang santai sampai setelah dari Tanah Putih, aku melihat plang-plang itu dari kejauhan. Aku merasa bersemangat dan segera mendekati plang itu. Benar saja, plang itu bertuliskan Puncak Buntu, 3371 mdpl. Pukul 7 pagi. Aku memanggil teman-teman yang lain dan segera terus naik menuju Puncak Buntu. Sebenarnya, ada 2 puncak lagi di Gunung Sumbing, yaitu Puncak Kawah dimana kita seharusnya berbelok ke kiri sebelum Puncak Buntu, dan ke Puncak Sejati yang mengharuskan kita turun ke kawah terlebih dahulu dan memanjat tebing setelahnya.Kami yang memang pendaki pemula, cukup merasa puas hanya dengan Puncak Buntu. Puncak Kawah sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya hari sudah beranjak siang ketika teman kami yang paling belakang sampai pukul 8. Kami berfoto-foto dan mengobrol dengan rombongan lain yang ada di puncak dengan ceria sampai pukul 9. Puncak Sumbing sangat indah. Dari puncak Sumbing, kita bisa melihat Sindoro, Merbabu, dan Merapi.


Di Puncak Buntu Gunung Sumbing


Kawah Gunung Sumbing


Sindoro dilihat dari Puncak Buntu Gunung Sumbing

Waktu turun tidak lama. Awalnya kami turun berbarengan, sampai pada akhirnya terpisah. 4 orang dari kami sampai duluan di Pasar Setan 1,5 jam kemudian, dan 3 orang lainnya sampai 3 jam kemudian karena tersasar. Sebenarnya, track turun dari puncak ke Pasar Setan sangat jelas. Entah 3 orang teman kami kemasukan apa sehingga malah naik mengikuti bukit tipuan dan menemukan ‘puncak bayangan’. Cuaca sangat panas. Berada di dalam tenda hampir semirip berada di dalam sauna. Masih lebih nyaman berada di luar karena walaupun panas, terdapat angin semilir yang berhembus sehingga sedikit sejuk. Kami membuat sandwich dan mengisi energi sebelum turun ke basecamp, sambil tidur-tiduran ditemani sinar matahari terik yang dihalangi oleh payung. Kami beres-beres dan packing, membersihkan sekitar tempat ngecamp kami dan membagi-bagi sampah untuk dibawa, serta bersiap turun. Pukul 2 siang.
Turun melewati jalur baru Sumbing via Garung cukup menguras konsentrasi. Konsentrasi agar kaki tetap tegak berpijak di jalur tanah yang licin. Sebenarnya, di bagian kiri ada jalur dengan tanah yang lebih mungkin untuk dipijak. Sekilas terlihat tidak akan bertemu dengan jalur utama yang jelas untuk dilalui, tapi pada akhirnya kita akan bertemu jua. Aku selalu mengambil jalur di sebelah kiri tersebut dan mengarahkan teman-temanku untuk mengambil jalur itu juga karena lebih mudah untuk dilewati. Cuaca mendung. Hujan sesaat sempat menemani perjalanan kami sehingga kami memutuskan untuk memakai raincoat kami. Aku meminta dua teman kami yang sudah lelah untuk berjalan di depan, di belakang Raya, ketuper kami, sedangkan 4 orang lainnya yang masih punya stamina cukup fit berada di belakang menjaga mereka. Hujan berhenti ketika kami mulai masuk hutan menuju ke pos 2, tetapi kami enggan melepas raincoat yang baru kami pasang karena masih melihat awan hitam di kejauhan. Butuh waktu 2 jam bagi tiap anggota rombongan untuk sampai ke pos 2. Di pos 2, kami singgah sebentar untuk sholat. Tepat ketika sampai di pos 2, hujan kembali turun. Kali ini deras dan sepertinya akan bertahan lama. Setelah semua selesai sholat, kami mengencangkan tetalian raincoat kami dan berjalan menerobos hujan. Sudah sekitar pukul 4 sore. Kami tidak boleh kemalaman sampai di basecamp. Kedua teman kami yang sudah capek makin membutuhkan motivasi untuk terus berjalan turun, sehingga aku dan kedua temanku yang berada di belakang bernyanyi-nyanyi ceria untuk menyemangati. Kami sampai di pos 1 sekitar pukul 6 sore dan terus melanjutkan perjalanan ke basecamp. Malam turun. Hari mulai gelap. Kami mengeluarkan headlamp. Di perjalanan ini, salah satu dari rombongan kami benar-benar kehilangan motivasi. Sampai di tengah-tengah perjalanan, ia benar-benar berhenti. Kami berusaha mencari jalan keluar sampai diputuskan untuk membagi barang-barang yang berada di dalam carrier teman kami tersebut dan terus turun. Meski begitu, teman kami tetap berjalan lambat, sampai akhirnya Raya membantu menuntun teman kami tersebut untuk berjalan cepat ketika 3 diantara kami sudah menunggu di persimpangan menuju perumahan penduduk. Meski kekhawatiran menyelimuti kami, alhamdulillah, setiap anggota rombongan sampai dengan selamat di basecamp Gunung Sumbing pada pukul 9 malam. Semua capek dan kami sampai terlalu malam sehingga membuat senior-senior kami khawatir, tetapi pada intinya, kami turun dengan selamat.

Perjalanan mandiri pertama kami ini adalah cerita yang mungkin akan terus kami kenang sepanjang masa.

G-060-Ψ-UI

Tidak ada komentar :

Posting Komentar